2017/08/20

Mari Mencari Rumah

Hai!
Mau ngomongin soal 'cinta' gapapa ya? Udah pada gede ini kan. Hehe.

Cinta di umur 20-an ini buat aku udah bukan sekedar yang penting punya pasangan biar nggak sepi. Bukan sekedar ada yang ngajak jalan pas malem minggu atau bukan sekedar ada yang anter-jemput buat ke suatu tempat. Ya kan?
Semakin banyak jumlah umur maka semakin banyak juga masalah yang bakal dateng ke kita.

Semakin dewasa, semakin berat juga kehidupan. Kita harus mulai cari uang biar bisa hidup cukup. Cari uang dengan cara apa? Bekerja.
Ya aku emang belum ada di keadaan itu sih (soon ya!) tapi aku cukup paham kok. Dunia kerja akan jauh lebih berat daripada dunia kuliah. Semasa kuliah kan permasalahan ada di lupa ngerjain tugas (kemudian dosen akan berbaik hati boleh menyusul ngumpulin tugasnya) atau nggak bisa ngerjain soal UAS karena nggak belajar (lalu bisa nyontek temen sebelah). Permasalahan yang cukup menguras tenaga dan pikiran mungkin ada di urusan organisasi, tapi yaaa... masih dibilang cukup ringan kan dibanding dunia setelah perkuliahan ini?

Masalah pekerjaan, pertemanan, keluarga atau bahkan permasalahan dengan diri sendiri bakal tiba-tiba hadir.
Kita akan butuh 'tempat' untuk curhat kan? Melepaskan semua yang ada di pikiran. Kadang hanya untuk didengar bukan untuk ditanggapi.
Lalu buat aku... sudah saatnya kita punya 'tempat' yang nyaman, yang mendukung 'love life' kita, yang akan selalu ada, yang mengerti, yang bisa memahami, yang bisa ikut merasakan.
Katakanlah 'tempat' itu adalah pasangan kita.
Aku yakin kok, seumur kita ini udah pengen serius di sebuah hubungan. I mean... udah bukan kayak anak SMP-SMA yang punya pasangan buat gemes-gemesan aja gitu.

Kenapa aku bilang 'tempat' itu adalah pasangan, bukan teman?
Karena... semakin dewasa kita akan semakin menyadari kalau permasalahan itu bukan untuk disebarluaskan ke setiap orang. Percayalah... kita butuh 'tempat' itu. 'Tempat' yang kita percaya bisa menolong kita. Meringankan beban kita.
'Tempat' dimana ketika kita senang maupun sedih, 'tempat' itu yang pertama terpikir sama kita.
'Tempat' dimana yaaaaa masalah sepele juga nggak takut dibilang lebay buat kita sampein.
'Tempat' dimana... kita bisa merasa menjadi orang paling beruntung di dunia.
Oh iya, 'tempat' itu juga bisa kok teman terdekat kita. Aku juga sering menumpahkan banyak hal ke teman terdekatku.

Hanya saja... disini aku ingin mengatakan..
Ketika kita merasa pasangan kita lebih banyak memberatkan.. bukan orang bisa mengerti, bukan orang yang bisa mendukung.. coba kembali berpikir.
Gimanapun, ya namanya 'pasangan' adalah orang yang kita harapkan bisa memberi kan? Ketika orang itu tidak bisa memberi apa yang kita harapkan, pasti kita akan kecewa. Lalu akan mencari 'tempat' yang lain padahal 'tempat' yang awal masih ada.

Sudah saatnya kita selalu pulang ke rumah yang sama. Carilah rumah yang nyaman, aman dan tenang, yang walaupun masih memiliki kekurangan, kita tetep mau menerima.

Aku? Aku sedang sangat senang dan nyaman di rumah. Semoga kalianpun!
Happy weekend!

2017/08/05

Tidak Perlu Menilai

Kalau aku bilang, people nowadays itu seneng buat mencampuri urusan pribadi orang lain.. kalian setuju nggak? Apa emang dari dulu udah ada aja yang begitu?
Mungkin memang niatnya baik, perwujudan bentuk sayang dan peduli buat temen. Tapi apakah bentuk perwujudannya harus kayak gitu?

Setiap orang memiliki privasi masing-masing. Memiliki rencana masing-masing juga. Nggak setiap hal berhak kita tanyakan. Percaya deh, kalau orang itu udah mau berbagi dia akan dengan sendirinya bercerita.
Banyaknya ya.. orang-orang ikut menyelam di urusan orang lain lalu menghakimi. Lebih banyak lagi yang hanya mendengar sepenggal cerita lalu merasa apa yang mereka ketahui lebih dari siapapun di bumi ini. Padahal, apa yang mereka dengar belum tentu sama dengan apa yang terjadi, terlebih tidak akan sama dengan apa yang dirasakan oleh orang yang mereka hakimi.

Aku juga pernah berada di posisi orang-orang yang menghakimi ini. Senang mendengar cerita-cerita yang sifatnya pribadi dari orang lain (nge-gosip kalo bahasa simpelnya). Senang juga buat berpendapat, mengeluarkan opini sebanyak mungkin. Makin lama aku makin sadar kalau aku berhak mendengar tapi aku nggak berhak buat menilai. Ya karena kalau ada yang bercerita, masa kita menolak buat dengar. Hmm.. tapi gimanapun aku masih terkadang begitu kok. Ya gimanapun, pendapat diri sendiri selalu kerasa paling bener kan?

Aku juga pernah menjadi orang yang dihakimi itu. Pas tau.. Wah, rasanya... luar biasa. Segala rasa nyampur. Sedih jelas ada, kesel juga banyak, kecewa juga iya. Rasa yang paling ketara sih ya pengen konfimasi, pengen bilang 'Nggak gitu loh. Tolong, nggak bisa kalian nilai apa yang terjadi sekarang hanya dengan mendengar cerita selewat'.

Karena pernah ada di posisi itu.. pernah ngerasain.. bikin jadi sadar aja gitu. Ketika kita menilai sesuatu, menilai seseorang, menyalahkan seseorang.. pernahkah mikirin apa yang bakal dirasain sama orang itu kalau dia tau kita udah nilai seenaknya? Ya kalau penilaian kita bener ya oke, kalau salah?
Pernahkah mikirin efek dari omongan kita buat orang itu? Kita nggak akan pernah tau kan kalo dibaliknya dia bisa aja ngerasa sedih, sakit hati dan yaa.. misalnya memilih berhenti dari apa yang sedang dia kerjakan? Omongan dari orang lain itu biasanya bawa pengaruh yang besar.

Kenapa? Terkadang, kita terlalu takut sama apa yang bakal orang lihat dan nilai. Seringkali karenanya kita memilih untuk berhenti dari apa yang sudah diniatkan sejak lama. Iya, hanya karena penilaian orang. Menurut aku itu hal yang wajar, karena kita hidup dengan banyak orang. Menjaga image dan menjaga penilaian orang terhadap kita itu perlu. Tapi, kalau kamu merasa benar dan masih harus melakukan itu, ya teruskan. Apalagi ketika apa yang orang omongkan dan nilai itu nggak sesuai sama apa yang dirasakan. Toh hidup milik diri sendiri, nggak usah terlalu takut buat melangkah.

Ini jadi pelajaran juga, terkhusus buat aku. Ketika mendengar atau melihat sesuatu, nggak boleh langsung percaya dan menilai sesuka hati. Kalau memang punya pendapat, simpan baik-baik dalam hati. Cukup diri sendiri yang tau.
Satu lagi.
Ketika punya suatu masalah, apalagi itu yang menyangkut orang lain... berceritalah sebaik mungkin. Jangan sampai timbul apa yang biasa disebut 'playing victim'. Kita nggak pernah tau kan, bisa aja dari cerita kita itu menimbulkan banyak opini dari orang yang ujung-ujungnya kembali lagi pada... menghakimi dan mencampuri urusan pribadi orang lain.
Percayalah... urusan pribadi orang lain, terutama yang menyangkut perasaan bukan untuk dihakimi apalagi dibercandakan. Ada batas di ruang yang nggak keliatan. Nggak bisa kita nilai semau kita. Karena orang lain yang merasakan, bukan diri kita. Nggak perlu kita masuk terlalu jauh ke dalam urusan orang lain. Jangan sampai kita jadi orang yang memengaruhi keputusan atau perasaan orang lain. Hal-hal itu milik orang lain, kita nggak berhak ada di dalamnya.

Happy Weekend pertama di Agustus ini, gengs!