2013/12/30

Malaikat Tak Bersayap (2)

Aku mulai terbiasa dengan hadirnya...Sella. Iya, kekasih Adit. Kini, jika aku bertemu dengannya pasti ada Sella disampingnya. Ternyata, dia juga bekerja di perusahaan tempatku bekerja. Ia tetap perhatian seperti biasa, tetap bertanya apa ada yang salah denganku apabila aku tampak gelisah, tetap selalu ada untukku. Aku senang, tapi...

Sella perempuan yang baik. Sabar, periang, cantik. Aku tahu, ia bahagia bersamanya. Aku tahu, ia nyaman bersamanya. Aku tahu... Aku hanya sebatas temannya.

Hari ini aku kembali terjebak berdua dengan Adit, karena urusan kantor. Sebenarnya aku tidak ditempatkan bersamanya, tapi entah bagaimana dia berada disampingku sekarang.. Biarlah, aku suka begini.
"Kamu jadian kan sama Dio?" Adit tiba-tiba bertanya.
"Hah? Engga lah." Aku menjawab sambil tertawa.
"Aku kira kalian jadian, soalnya deket gitu, makanya aku.."
Dan seketika aku memalingkan wajahku dari tatapannya. Aku terpaku mendengarnya. Dan tak tahu harus berkata apa.
"Dia..emang sering curhat soal cewenya. Kita emang udah kenal lama, jadi ya gitu."
Ada jeda panjang setelahnya, sebelum akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari ruangan itu.

Aku tidak tahu perasaan apa yang aku rasakan. Senang, sesal, kesal, sedih. Semua bercampur jadi satu. Tapi dibalik semuanya, sedikit bagian dari hatiku merasakan kelegaan, sedikit.
"Ku menunggu, ku menunggu kau putus dengan kekasihmu. Tak akan ku ganggu kau dengan ke..." Aku menghentikan nyanyianku ketika kusadar ada Adit disitu. Aku juga tak menyadari kapan aku mulai menyanyikan lagu itu. Aku yakin, ia melihat wajahku yang memerah. Ia tak berkata apapun, hanya tersenyum kecil.

Aku, Adit dan Sella berhubungan sangat baik layaknya para insan yang sebelumnya belum pernah berhubungan. Dan entah bagaimana, Sella kini sering menghabiskan waktunya bersamaku, menceritakan Adit. Selalu ada rasa aneh di tubuhku saat Sella bercerita. Oh ya tentu saja. Tapi sebagai teman yang baik, aku mendengarkannya. Dan bukan bohong pula jika aku bahagia melihatnya. Aku bahagia, melihat Adit memiliki seseorang seperti Sella. Pertengkaran bukan tak pernah ada, tapi aku melihat keindahan dan keteguhan dalam hubungan mereka.
Aku menyerah..
Setelah pada suatu hari Adit memintaku menemaninya pergi, akhirnya..setelah rasa pada Adit memuncak lagi..aku memutuskan untuk yakin aku bisa tanpa Adit.

Hari-hari terus berlalu, dengan bayangan Adit yang selalu melayang di udara. Melayang dengan sayap malaikatnya. Sendiri. Tidak ada lagi Sella disampingnya. Adit kembali menjadi malaikatku seutuhnya. Namun aku takbisa menjadi bahagia, seseorang telah memilikiku, kini..

Kepada Kamu

Kepada Kamu

Kepada kamu yang mengenalkan aku cara memaafkan diri sendiri
Terimakasih untuk membantu aku tidak menyesali segala kesalahan yang aku lakukan.

Kepada kamu yang mengusap punggungku ketika aku tersedu
Terimakasih telah membantu menguatkan aku yang lemah saat itu.

Kepada kamu yang mengajarkanku untuk tidak minum sambil berdiri.
'Bahaya tau!' Katamu..
Terimakasih telah menghindarkanku dari penyakit yang akan muncul jika minum sambil berdiri.

Kepada kamu yang kepalanya benjol dimalam hari yang hujan.
Terimakasih telah datang dan bersama memecahkan rumus-rumus di buku itu.

Kepada kamu yang mengajakku makan siang.
Terimakasih untuk mengingatkanku untuk tidak meninggalkan jadwal makan.

Kepada kamu yang mengatakan dirimu backpaker.
Terimakasih telah berniat untuk pergi dan mencari dimana rumahku.

Kepada kamu yang tiba-tiba mengirimkan pesan 'hati-hati' saat aku berkendara sendiri.
Terimakasih untuk rasa pedulimu padaku.

Kepada kamu yang mau mengajarkan aku suatu materi saat akan diujiankan.
Terimakasih karenamu aku dapat mengerjakan soal dengan lancar.

Kepada kamu yang selalu berhasil membuatku tersenyum.
Terimakasih telah membuat perasaan ini begitu tenang, begitu nyaman.

Kepada kamu yang mau mencicipi hasil masakanku sambil berkata 'aku mau tapi kamu dulu, biar 'apet' hehe'.
Terimakasih sudah mau mencicipi puding yang sudah tak jelas bentuk dan warna fla nya.

Kepada kamu yang selalu membaca tulisan-tulisanku.
Terimakasih, sejak kamu melakukan itu, aku merasa ada seseorang yang menghargai tulisanku. Kamu membaca, kemudian berdiskusi denganku soal itu.

Kepada kamu..
Yang pernah berkata 'kamu ngga 'ngeh'? jadi selama ini aku selalu ada buat kamu itu apa?'
Terimakasih untu kamu yang selalu ada saat aku tiba-tiba mengirim pesan.. berkeluh kesah, menangis, bahkan menceritakan bahagiaku.
Terimakasih untuk tak lelah karenanya dan masih terus memberi semangat.

Kepada kamu yang memberi sejuta kenangan yang tak bisa aku tuliskan satu-persatu.
Maaf kalau aku berbuat sesuatu yang membuatmu kecewa.
Maaf aku tak bisa menjadi 'your-best-sweet-friend' yang baik.
Maaf..

NB: aku kangen. kangen yang sama sekali ngga pernah aku sampein. kangen yang cuma ada dari satu sisi. kau ingat aku seperti aku mengingatmu ini saja, belum tentu.

2013/12/27

Terimakasih telah menunggu..

"Kita udah berapa lama sih ga ketemu? Setahun? Dua tahun?" Aku mencoba memecah kesunyian.
Ia tertawa sinis. "Ya engga lah, baru juga beberapa bulan."

"Ya tapi, kamu kaya ilang. Kaya ada di negeri antah berantah. Ngga ada kabar. Gatau, masih inget aku apa engga. Ya abis, dihubungi juga ngga bisa."

Ia terdiam lagi. Aku tahu ia tak bisa menjawab apa yang sebenarnya ada didalam hatinya. Akupun tak bisa menerka apa yang sebenarnya terjadi diantara kita.

"Kamu ngga pernah mau tau, kalo aku butuh kamu. Mungkin emang dari dulu rasa ini cuma searah ya." Aku menambahkan.

Lelaki dihadapanku kini menatapku, dalam. Bukan tak mau aku balik menatapnya, aku hanya tak sanggup. Matanya yang begitu tajam saat memandang, raut mukanya yang begitu serius. Dan kini, kumisnya yang bertambah tebal. Ah, rasa berdesir saat melihat pemandangan ini selalu tak bisa aku hindari dari dulu. Aku menunduk, mengaduk es teh manisku yang gulanya sudah larut.

"Kamu selalu ngga 'ngeh' ya. Dari dulu pas awal cuma rasa suka, sampe akhirnya begini. Kalau itu cuma satu arah, aku ngga akan bela-belain hampir setiap hari keluar malem, dingin, hujan. Cuma buat ketemu sama kamu."

Aku bukannya tidak menyadari semua, aku juga masih ingat hari-hari bahagia itu. Tertawa bersama sampai larut, bertukar pikiran sampai aku akhirnya dijemput. Suatu rasa yang sangat luar biasa. Perasaan bahagia itu masih terasa didalam diri ini.

"Aku tahu tapi... Kamu tak pernah benar-benar menunjukannya. Kau tahu? Sikapmu yang tiba-tiba berubah menjadi dingin seperti es! Dan kamu yang sering tiba-tiba menghilang, setelah kamu yang menjanjikan pertemuan!"

Aku hampir menangis. Rasa kesalku selama ini akhirnya meluap. Dengan suara sekecil mungkin, aku berusaha membuat ia mengerti apa yang aku rasakan.

"Oke. Aku minta maaf. Bukan inginku mengingkari janji tersebut..."

Ia mulai memegang tanganku. Jantungku berdetak semakin kencang karenanya.

"Kamu tahu kan, betapa sulitnya tersenyum untukmu dibalik punggung kekasihku saat itu? Dan aku yakin kamu sadar, dibalik tanganku yang merangkulnya, banyak dari hati ini menatap padamu. Aku mengkhawatirkanmu. Aku ingin tahu kabarmu."

Kini air mataku tak bisa dibendung lagi, karenanya genggaman tangannya padaku semakin kuat.

"Bukan inginku juga menghilang. Aku minta maaf. Kalau kau ingin tahu, aku sudah lama putus hubungan dengan dia. Jauh sebelum aku yang katamu menghilang."

Tangan kanannya mulai menyapu air mata ini. Tangannya yang kuat ini, terasa tak pernah meninggalkan ingatanku.

"Terimakasih jika kamu masih disini menungguku. Terimakasih telah sabar menanti."

Aku mulai bisa menguasai diri. Menghela nafas panjang yang melegakan.
"Susah banget ya buat kita ketemu. Ada aja halangannya. Kamu datang, aku diluar kota. Selalu begitu." Aku menggeleng-gelengkan kepala.

Senyumnya kembali merekah. Senyum yang paling kusukai. Senyum yang sudah lama kurindukan. Senyuman yang mampu membuat aku ikut tersenyum.

"Memang begitu kan? Terkadang kenyataan ngga selalu sesuai dengan keinginan. Terkadang kita perlu nunggu lebih lama buat ketemu sama orang yang kita sayang."
Dan aku yakin, genggaman tangan ini takkan terlepas lagi, untuk selamanya.