2013/05/01

It Will Be a Long Story (PART 1)


Juli, 2007

Aku terdiam cukup lama didepan gerbang sekolah ini. Mulai hari ini aku resmi memakai seragam putih-biru. Iya! Aku sudah menjadi murid SMP sekarang.
“Wish me luck!” ucapku dalam hati dan aku melangkah melewati gerbang itu. Aku menyusuri lorong – lorong dan akhirnya menemukan kelasku. Kelas yang cukup luas beralaskan karpet biru dengan dinding yang ber-cat oranye.
Aku memilih tempat duduk barisan ke dua, jajaran ke tiga. Dibelakangku sudah ada anak perempuan yang terlihat sangat sibuk dengan jilbabnya. Aku duduk sampai ada bel tanda masuk dan kami bergegas pergi ke lapangan, upacara pertamaku di SMP.
“Ah, ngga ada yang ganteng.” Aku melirik pada barisan laki – laki disekitarku.

*

Tampaknya teman – teman baru ku ini menyenangkan. Dalam waktu seminggu aku sudah berkenalan dengan beberapa orang dan sudah dekat dengan beberapa orang juga. Ian salah satunya. Ian yang mengesalkan. Aku mengenalnya memang seperti itu. Baru seminggu kita berkenalan dan ia sudah membuatku kesal. Ian selalu menggangguku sampai aku harus mengejarnya sampai keluar kelas. Bermain – main dengan semprotan pengharum ruangan atau dengan cairan pembersih kaca. Begitu setiap hari.

Aku biasa datang pagi – pagi kesekolah, karena Ibu yang menuntut pukul 06.30 harus sudah berangkat dari rumah. Hanya ada beberapa anak yang sudah hadir. Biasanya kelasku masih kosong. Beberapa menit setelah aku datang, selalu ada anak laki – laki kelas sebelah yang datang. Ia membuka sepatu dan masuk ke kelasnya. Aku tak tahu ia siapa. Aku juga tak berani bertanya dan mengajaknya mengobrol walaupun aku begitu bosannya menunggu teman – teman sekelasku datang. Setelah itu, biasanya Hanni datang. Kemudian Ian, kemudian.. Aku tak tahu lagi. Biasanya setelah Ian datang aku sibuk menghindar dari tangan jahilnya.

*

“Aku Riani.” Perempuan berkulit putih itu mengenalkan dirinya.
“Deane.” Aku menjabat tangannya.
Kami masuk satu cabang pengembangan diri yang sama, Broadcasting. Kami sering siaran radio bersama, hingga akhirnya sering saling mengunjungi rumah satu sama lain. Dan karenanya, aku menjadi dekat dengan Riani. Lebih dari sekedar dekat, sebenarnya.

*

“Deane!”
“Hai Aji.” Aku terseyum
“Jajanin. Gope aja.” Candanya.
“Hahaha ayo aja sih.” Aku mengiyakan candaannya.
“Gope Deane.” Kata laki – laki itu, nyengir. Laki – laki yang setiap pagi aku lihat datang dan melepas sepatunya kemudian masuk kedalam kelas.
“Ya ayo kalo kamu mau ikut juga.” Aku tertawa dan mengangguk kemudian melangkah menuju koperasi siswa.
“Deane unta terimakasih ya.” Aji berkata sambil sibuk memakan jajanannya.
“Ih, gaperlu bilang kaya gitu deh.”
“Emang kenapa disebut unta?” tanya laki – laki itu.
“Lehernya panjang, liat aja.” Dan setelah Aji selesai menjawab pertanyaan laki – laki itu aku sudah memukuli setiap bagian tubuhnya yang bisa aku jangkau.
“Deane Dust Camel. Hahaha.” Laki – laki itu tertawa dan anehnya aku tidak terganggu karena itu.

Dan lama kelamaan akhirnya aku tahu nama laki – laki itu. Aku mendengar teman – temannya meneriakan namanya. Aku juga semakin sering melihatnya, ia sering datang ke kelasku untuk saling pinjam buku pelajaran. Namanya, Aldo.

No comments:

Post a Comment