2013/03/21

Benar kan aku ini kekasihmu?

Benar-benar ya, kamu itu mood-booster sekaligus mood-breaker ku! Baru saja beberapa menit kita tertawa berdua, iya berdua! Sekarang kamu sudah memanggil dia lagi. Hebat. Dalam hati aku melontarkan perasaan kesalku. Aku memalingkan wajah saat Adrian memanggil nama itu.
"Kezia! Sini!"
Perempuan itu melambaikan tangannya dan kemudian mendatangi meja kami.
"Sini, ikut kita makan." Adrian berkata pada Kezia. 
"Ah engga deh. Masih banyak meja kosong ko, lagian kalo disini aku ganggu dong." balas Kezia.
Aku bersyukur, Kezia masih mau mengerti aku yang merasa terganggu jika dia ikut duduk disini.
"Ngga ganggu ko." jawab Adrian cepat "Udaaah, sekalian cerita-cerita."
Dan aku pasrah, melihat Adrian yang begitu memaksa sampai Kezia akhirnya duduk bersama aku dan Adrian.
"Halo Mia. Ngga apa-apa nih aku disini?" tanya Kezia
Jelas apa-apa! Aku mengomel dalam hati. "Ngga apa-apa." Aku mengeluarkan senyum paling manis yang bisa aku keluarkan sekarang. Setelahnya aku lebih banyak diam, menanggapi obrolan mereka seperlunya. Ah! Selalu seperti ini.

"Adrian? Kamu ada apa sih sama Kezia?" tanyaku pada suatu siang, sepulang sekolah.
"Aku? Dia sahabat aku Mia."
"Tapi kamu kelia..."
"Gausah curiga gitu deh."
"Tapi..." aku berusaha menyuarakan isi hatiku, lagi-lagi Adrian memotong perkataanku.
"Kalo kamu takut aku ada apa-apa sama dia, kamu cuma perlu percaya, kalo aku sayang sama kamu." Adrian terseyum dan mengusap pipiku. Aku tak tahan jika harus bersikap dingin kepadanya, aku membalas senyumnya.
"Nah! Gitu dong." Kini Adrian ganti mengusap kepalaku.
Bukan begitu, sayangku. Aku terkadang hanya ingin bersamamu, berdua. Aku memejamkan mataku menikmati Adrian yang masih mengusap kepalaku.

"Kezia! Bisa tolong aku?" tanya Adrian
"Buat?"
"Aku harus bikin essay, nah aku bingung mau masukin apa aja."
"Jadi?"
"Jadi bantuin aku bikinnya. Aku tau kamu jago bikin essay." 
Aku melihat Kezia tersenyum, manis memang.
"Ngga sama Mia aja nih?" Kezia nyengir kepadaku.
"Dia sibuk Zi." balas Adrian.
Aku? Sibuk? Sibuk apa? Lagipula, se-sibuk apapun aku pasti aku mau bantu ko! Aku ini kekasihmu kan? Kenapa kamu kalo ada apa-apa larinya ke Kezia, Adrian?

Aku sangat bersemangat hari ini. Adrian mengajakku keluar, melepas penat katanya. Aku sudah sangat siap ketika ia mengetuk pintu rumahku. Aku menggandeng lengan Adrian dan berjalan keluar rumah. 
Moodku tiba-tiba menguap entah kemana saat Adrian tiba-tiba berkata, "Eh! Menurut kamu, Kezia sama gebetannya gimana ya sekarang? Ada kemajuan apa engga?"
"Gatau hehe"
"Kalo mereka sampe jadian kayanya lucu ya, bakalan aneh ga sih?"
"Hm?" aku malas menanggapi obrolan ini. Adrian tampaknya menyadari perubahan sikapku ini.
"Kamu kenapa? Sakit?"
Sakit? Iya! Sakit hati!
"Hey, Mia?" panggil Adrian
"Engga ko." 
"Bener engga sakit?" tanya Adrian lagi.
"Bener." aku tersenyum pahit.
"Jangan bohong loh ya sayang. Eh Mia! Kezia cerita loh, kemarin katanya dia.." 
Adrian menghentikan ucapannya saat aku memandangnya, dengan kesal.
"Kezia terus ya? Kenapa sih?"
"Ngga kenapa-napa Mia."
"Ada apasih?" 
"Mia, kamu ngga percaya sama aku?"
"Aku percaya! Aku percaya kamu ngga nyimpe perasaan lebih sama dia! Aku cuma.." aku menghela napas panjang. "Aku cuma pengen ada waktu buat kita berdua."
"Kita kan sering berdua gitu.." Adrian memotong ucapanku. Aku berusaha untuk tidak berteriak kepadanya. Lagi-lagi aku menghela napas yang panjang, untuk menenangkan diriku sendiri.
"Adrian, maksud aku ya cuma berdua. Aku-kamu. Aku ngga mau denger ada nama lain, Kezia contohnya. Aku ngga minta banyak, kan? Aku cuma pengen ngerasain bener-bener jadi pacar kamu. Atau? Bener kan? Aku pacar kamu?"
Lama Adrian terdiam. Tampak kebingungan untuk menanggapi permintaanku.
"Iya. Aku minta maaf ya. Kamu itu bener-bener pacar aku, sayang. Jangan pernah bilang kaya gitu lagi ya. Oke. Cuma kita berdua."
Adrian meraih tanganku dan menggenggamnya. Kutaruh percayaku sepenuhnya.

Aku sedang menanti Adrian yang masih asyik bermain dengan sketsanya. Sesekali ia menatapku dan tersenyum. Aku sedang tekun meneliti setiap detail tubuh Adrian saat tangannya melambai dan mulutnya berseru "Kezia! Sini!"
Kezia? Again? Jadi? Aku ini benar-benar kekasihmu kan?

2013/03/20

Gerbang Fakultas Pertanian - Agroteknologi UNPAD menanti untuk kulewati.

Jika sudah mendengar ayah dan ibumu membicarakan soal kuliahmu nanti, apakah yang kau rasakan?
Bagaimana hati dan otakmu meresponnya?
Aku, sedih..
Bagaimana hidupku nanti jika jauh dari mereka?
Siapa yang akan menyelimutiku saat aku lupa memakai selimut saat tidur?
Siapa yang akan berteriak membangunkan aku?
Siapa yang akan menyuruhku untuk meminum obat saat aku sakit?

Pikiranku berlari kesana kemari..
Memoriku seakan dipaksa untuk memutar kembali kenangan-kenanganku.

Saat pertama kali aku diajarkan bagaimana cara bersepeda oleh ayahku.
Atau saat aku diperbolehkan menari dibawah hujan, untuk yang pertama kalinya.
Saat pertama kali ibuku memasangkan mukena padaku, dan menyuruhku mengikuti gerakan shalatnya.
Aku juga tak akan melupakan bagaimana tiap malam aku diantar ke tempat tidur lalu dibacakan cerita, sampai aku terlelap.

Pikiranku melaju lagi ke masa yang lain, kulihat diriku dalam keadaan yang berbeda.
Aku bukan lagi balita yang di nina bobo kan sebelum tidur.
Aku sudah mengenal pertemanan.
Aku sudah berani meminta izin untuk bermain diluar bersama teman-temanku. 
Dan setelah lelah bermain, aku pulang dan menjatuhkan diri dipelukan ibuku.

Kulihat lagi versi diriku yang sudah semakin berbeda.
Aku sudah mulai menyukai lawan jenisku.
Aku menjadi lebih sering mengurung diri di istanaku sendiri.
Bercengkrama dengan telepon genggamku. 
Aku sudah tak sesering dulu, berlari ke pelukan ibuku setelah hari berakhir.
Namun, tetap saja. Aku masih selalu berlari dan sembunyi di bawah dekapannya saat aku merasakan kepedihan.

Aku terkesiap dan menyadari sesuatu.
Aku tak terbiasa hidup tanpa mereka.
Ditinggal beberapa jam saja, telpon genggam mereka pasti sudah berdering, tanda masuknya panggilan dariku.
Aku manja? Iya.
Bagaimana tidak?
Ayah yang tak pernah memarahiku.
Ibu yang selalu mengerti jika melihat mataku yang bengkak di pagi hari.
Mereka yang tau apa yang aku inginkan.
Aku tak mau jauh dari mereka.

"Bidadari ibu sekarang udah gede ya."

Terkadang aku bertanya-tanya, mengapa aku tumbuh secepat ini?

Setelah makan malam, sambil membereskan piring-piring aku sering melamun.
"Kapan lagi aku bisa makan bersama dalam satu meja seperti ini?"

Aku akan sangat merindukan setiap detik yang biasanya kulewati bersama mereka.
Memasak, menonton tv, bersantai, bercanda, atau membetulkan bagian rumah yang rusak.
Aku juga akan merindukan aku yang berteriak 'Paaa ada serangga di kamar!'

Aku harus terus melangkah.
Mengukuhkan tekad dan keyakinan.
Gerbang Fakultas Pertanian - Agroteknologi UNPAD menanti untuk kulewati.
Aku percaya, aku bisa membuat bangga mereka.

Bu, ibu benar. Bidadarimu sudah semakin besar sekarang. Aku meminta doa restumu, Ibu..Bapak..
Aku sedang dalam perjalanan untuk membuat kalian terseyum lebar dengan rasa bangga memiliki aku, saat nanti aku memakai toga. Saat nanti kalian akan memelukku lagi dalam acara wisuda kelulusanku. 
Doakan aku, Bu..Pak..
Aku akan melangkahkan kaki memasuki Gerbang Fakultas Pertanian - Agroteknologi UNPAD dengan rasa syukur dan bermilyar-milyar ucapan terimakasih pada kalian.

Terimakasih..
Hidupku sempurna, hanya karena aku memiliki kalian, Bu..Pa..

2013/03/16

Dilema


Tania memandangi wajah dalam foto itu. Pria yang hampir 3 tahun bersamanya itu kini menghilang begitu saja. Tania tidak hanya menyayangi Andre, ia mengagumi juga semua yang ada pada diri Andre. Baginya, Andre mampu membuatnya jatuh cinta setiap hari. Dan sekarang hidupnya terasa hampa, tanpa hadirnya Andre di harinya.

“ Tan, Andre kemana ?” Doni menghampiri Tania.
“ Aku juga engga tau. Ngga ada kabar.”
“ Aduh, mana kerjaan dia banyak yang udah lewat deadline.”
“ Dia ngga masuk kantor udah berapa lama ?”
“ seminggu. Yaudah deh thanks ya Tan.”
“ seminggu ?” Tania heran. Dua hari yang lalu Andre masih menghubunginya, walaupun ia terasa berbeda. Refleks Tania langsung menghubungi ponsel Andre. Nihil, ponselnya tidak aktif.

“ Nah, kamu pasti galau soal Andre.” Lia menyiapkan makanan di meja makan. “ Ko bisa dia kaya yang ilang ditelan bumi gitu?”
“ ngga usah lebay gitu.” Sahut Tania.
“ Lah ? emang gitu kan ?”
“ Li, aku ngga tau Andre kemana. Dia ngga ngasih tau apapun.” Tania mulai menyendokan makanan ke piringnya.
Tiba – tiba ponsel Tania bergetar.
“ Andre !” Tania langsung menekan tombol hijau di ponselnya itu, menjauh dari meja makan.
“ Andre, kamu kemana aja sih ? Ngga ngasih kabar, ngga bilang apa – apa, aku baru tau juga kamu ngga masuk kantor udah seminggu. Ngga sakit kan, Andre ?”
“ Tania maaf. Kayaknya kita gabisa lanjutin hubungan kita ini. Maaf Tania. Jaga diri kamu ya..” Andre mengatakan itu semua dengan terburu – buru.
Wajah Tania memucat. Telepon itu sudah diputuskan oleh Andre.
Tania kembali ke meja makan dengan lesu. “ Andre mutusin aku..”
Dan sebelum Lia sempat mengucapkan apapun, Tania sudah melangkah ke kamarnya.

Bulan berganti bulan. Andre belum menampakkan dirinya lagi. Dan Tania, masih menunggu Andre. Sejak saat Andre meneleponnya itu, harinya terasa suram.
“ Aku tau susah buat kamu. Andre ilang gitu aja. Tapi ini udah lebih dari delapan bulan kamu kaya gini. Kita juga ngga ada yang tau Andre kemana.”
“ Apa aku kurang care sama dia ? Ko bisa sih dia ngilang gitu aja ? dan aku, ngga bisa nebak dia ada dimana.”
“ kenapa ngga coba tanya mamanya ?” Lia bertanya.
“ Aku..Andre belum pernah ngenalin aku sama mamanya.”
“ Tiga taun pacaran dan kamu ngga tau mamanya Andre ?” Lia menatap Tania tak percaya.
Tania terdiam.
“ Aku ngga ngerti deh. Aku aja yang baru pacaran beberapa bulan tau ko, mama sama papanya pacar aku.”
“ Aku juga ngga ngerti Li..”

Pada jam – jam pagi begini, bus yang biasa ditumpangi Tania memang biasa penuh. Dan itu terjadi begitu saja. Tak sengaja Tania menumpahkan minumannya pada seorang pria, memakai kemeja rapi dan tampak terburu – buru.
“ Ya ampun ! Maaf mas. Saya ngga nyangka bus nya bakalan berenti tiba – tiba gini.”
Pria itu hanya tersenyum, dan mencoba membersihkan kemeja nya yang kini bernoda.
Tania mengeluarkan tisu nya. “ Ini Mas. Saya punya tisu. Barangkali butuh.”
Tanpa berkata apapun pria itu menerima tisu yang di tawarkan oleh Tania.
“ Mas marah ya sama saya ? Maaf ya Mas, maaf banget. Kalo ketemu lagi saya ganti deh bajunya.”
“ ngga perlu ko. Basahnya ngga sampe dalem ko.” Lagi – lagi pria itu tersenyum.
Bus itu mulai melaju lagi. Tania dan pria itu kini bisa duduk, bus sudah mulai kosong.
“ Mau kemana ?” tanya pria itu.
“ Mau ke kantor. Mas sendiri ?”
“ Jangan panggil Mas, berasa udah tua. Saya Tirta.”
“ Iya hehe.” Tania nyengir. “Tirta mau kemana ?”
“ Mau interview. Saya lagi coba cari kerjaan.”
“ Ya ampun. Maaf deh itu berarti saya ngerusak dong. Maaf Tirta.” Tania tampak begitu menyesal.
“ Hahaha santai aja lagi.” Tirta tersenyum, lagi.
Dalam hatinya yang kebingungan, Tania menyadari senyuman Tirta yang begitu, menenangkan.
Sampai bus itu tiba di halte, Tania masih sibuk meminta maaf pada Tirta.
“ udah udah saya bilang juga santai aja. Duluan ya, mba?”
“ Saya Tania.” 
“ Duluan ya Tania.”
Tania juga turun dari bus itu. Tapi begitu ia mencari Tirta, pria itu sudah tak Nampak batang hidungnya.

Tania sedang melamun  di meja kerjanya ketika Tirta berjalan ke arahnya.
“ Heh Mba ngelamun mulu, ntar kesambet.”
“ Loh ? Tirta ? jadi, kamu mau interview disini ?”
“ udah beres interviewnya. Hmm.. ini sekarang harusnya sih jadi meja kerja saya.”
“ Maksudnya ?”
“ Ya maksudnya saya keterima buat kerja disini. Dan mulai sekarang kamu bisa bagi – bagi kerjaan kamu sama saya. Meja di samping kamu kosong kan ? itu bakal jadi meja saya.”
Tania hanya melongo mendengarnya.
“ Saya kira anda pendiam.”
Tirta tersenyum, lagi. “ jangan menilai dari luarnya saja.”

Hari berganti hari, Tania dan Tirta semakin menjadi dekat. Karena tuntutan pekerjaan, atau karena hati yang memaksa. Tirta yang kebetulan rumahnya searah dengan rumah kontrakan Tania, sering mengajak Tania pulang bersama.

“ Tirta. Kenapa waktu itu kamu ngelamar kerjaan di sini ?” Tanya Tania pada suatu sore, saat Tirta mengantar Tania pulang.
“ karena diperusahaan yang dulu aku ngerasa ngga nyaman.”
“ mengundurkan diri dari perusahaan sebelumnya. Gitu ?”
“ bukan, perusahaan itu milik papa aku. Dan aku ngerasa kalo ngga adil, aku kerja disana dan langsung dapet jabatan tinggi. Aku ngga suka yang begitu.”
“ ooh. Aku baru tau.”
“ nah kan dulu kamu bilang, kalo ketemu lagi bakal gantiin baju aku itu.”
“ hahaha masih inget ?” Tania tertawa. Lesung pipinya membuat Tirta betah memandang Tania lama - lama.
“Masih laah.” Wajah jahil Tirta menggoda Tania.
“ oke, jadi aku bakal ganti baju yang kamu pake pas ngelamar kerjaan itu. tunggu ya.”
“ iya, bajunya nanti bakal aku pake buat ngelamar lagi."
" loh? mau ninggalin aku?" ucap Tania, suaranya terdengar kecewa.
" Ngelamar kamu, ke orang tua kamu.” Tirta tersenyum.
“ Becanda nya bisaaaa aja ya.” Tania berusaha menanggapi dengan santai, ada perasaan lega karena Tirta tidak berencana untuk pindah ke tempat lain. Namun hatinya sudah dag dig dug tak karuan karena ucapan Tirta itu.
“ aku engga becanda. Mungkin kecepetan kali ya buat kamu..”
“ Tirta..aku..”
“ aku sayang sama kamu, Tania.” Tirta menatap lurus pada Tania. Ini udah bulan ke lima kita bareng, dan aku udah tau apa yang aku rasain. Kita udah dewasa dan aku pikir pacaran itu Cuma buat anak kecil. Ya walaupun ini terkesan terburu – buru tapi aku mohon kamu pikirin ini semua. Ngga harus sekarang Tan kamu jawabnya. Dan bukan berarti kita langsung nikah gitu, aku cuma pengen lebih serius sama kamu.”
Tirta membukakan pintu mobilnya untuk Tania.

Dikamarnya Tania memikirkan hal itu. Juga,memikirkan Andre. Tania sendiri sadar kalau dirinya sudah tak sesering dulu memikirkan Andre. Namun kali ini, ia benar – benar tak tahu harus bagaimana. Ia tau, Tirta tak sekedar teman kerja baginya. Ia juga tau, kalau ia tertarik pada Tirta. Tapi jauh di dalam hati Tania, masih terselip keinginan untuk bersama Andre. Andre, yang tak tahu pergi kemana. Andre yang tiba – tiba hilang. Andre yang hanya mengucapkan selamat tinggal dengan singkat. Tania sudah membulak – balikan badannya. Ia ragu apakah benar ia menyayangi Tirta ? Apa hanya sekedar tertarik ? Tapi Tania juga tahu, tak ada guna nya mengharapkan Andre. Ia berhak bahagia, dengan siapapun. Tania memejamkan mata, dan esok ia siap menjawab pertanyaan Tirta yang akan membawanya pada bahagia.

Esoknya Tania benar  - benar terkejut. Ada seseorang yang menunggunya di ruang tamu. Andre.
“ Kamu mau apa kesini?”
“ Tania..”
“ Kamu ngga tau kan gimana paniknya aku! Kamu ngga tau kan gimana aku khawatir sama keadaan kamu! Kamu juga ngga tau aku selama ini selalu berusaha buat cari kamu! Dan kamu ngga tau, aku begitu tersiksa karena kamu pergi dengan mudahnya.” Tania tak dapat menahan airmatanya.
“ aku kesini mau minta maaf sama kamu Tania..” ujarAndre pelan.
“ MAAF ? Apa kamu kira cukup dengan kamu datang kesini sepagi ini dan kamu Cuma bilang maaf?”
“ boleh aku menjelaskan sesuatu, Tania ?”
“ terserah. Aku ngga akan dengerin.”
“ ngga masalah.” Andre menghembuskan nafasnya dengan keras. “aku tau dulu itu aku salah. Salah besar. Waktu itu aku bener – bener shock liat papa selingkuh, aku mergokin sendiri Tan. Dan gatau gimana mama tau soal papa selingkuh, akhirnya mama jadi sakit.”
Andre mengacak – acak rambutnya, terlihat marah pada dirinya sendiri “Waktu itu keadaan aku lagi ngga stabil banget Tan! Dan aku juga gatau gimana bisa dengan gampangnya mutusin kamu. Aku nyesel Tan..”
“Terus kenapa kamu ngga bilang? Kamu kira aku Cuma bakal nambah beban kamu? Aku bisa bantu kamu!”
“Aku malu buat ngakuin ini semua sama kamu Tan. Aku juga takut kamu jadi enggan sama aku yang papa nya tukang selingkuh.” Andre mendekat dan memegang tangan Tania. “Aku janji, sekarang aku ngga akan kaya gitu lagi. Kamu mau kan jadi pacar aku lagi?”
Tania menunduk, hati dan pikirannya berlomba untuk sebuah keputusan. Ia tak bisa memungkiri genggaman tangan Andre ini masih menghangatkan hatinya. Tubuhnya juga masih merasakan hal yang sama jika ia bersentuhan dengan Andre.
“Kemana aja kamu selama ini, Andre?” tanya Tania pelan.
“Aku ngobatin mama kesana – kesini Tan, aku pengen mama sem…”
“Andre..” perkataan Andre dipotong oleh Tania. “Aku tau kamu pergi ninggalin aku buat hal yang sangat baik. Tapi apa kamu tau? Gimana aku kehilangan kamu? Gimana aku ngerasa..setelah kamu pergi aku jadi ngga hidup? Gimana aku ngga pengen ngejalanin hari – hari aku lagi?”
“Aku minta maaf, Tania. Andai kamu ngerti aku dulu gimana.” Tania merasakan genggaman di tangannya semakin kuat.
“Andai kamu mau lebih terbuka dan cerita, Andre.”
Mereka berdua terdiam. Andre masih menggenggam tangan Tania.
“Aku minta maaf, Andre. Aku rasa kita ngga bisa nerusin yang waktu itu.” perlahan Tania menarik tangannya.
“Aku sudah memiliki seseorang yang sayang sama aku. Dan aku yakin, dia percaya sama  aku. Aku yakin dia mau menceritakan segala yang menjadi bebannya, karena dia bisa percaya, aku bakal ngelakuin apapun yang aku bisa buat orang yang berarti buat aku. Dia percaya aku bisa bikin dia tenang dan bakal tetep ada disamping dia bagaimanapun lingkungannya. Karena yang aku sayang dia, bukan yang lain. Maafin aku, Andre.”



Malaikat Tak Bersayap

Baru kali ini aku berdekatan dengannya, sebelumnya aku hanya melihatnya selewat. Itupun baru beberapa minggu terakhir ini, mungkin dia orang baru disini.
Dia duduk tepat disampingku, dan melihat kearahku. Dan entahlah, aku tak tahu harus berbuat apa.
Tapi ia tak mengatakan apapun, hanya duduk disampingku.
Ya, hari ini kantorku mengadakan rapat tahunan yang harus dihadiri oleh seluruh karyawan. Rapat ini menghabiskan waktu seharian. Dan betapa bahagianya aku ketika rapat ini selesai, aku bisa segera pulang kerumah, mengurung diri dikamar, melepas segala beban.

"Nomer hape kamu berapa? Biar aku save." perkataannya mengagetkanku.
"Oh iya. Ini." terkejut, aku langsung menyebutkan beberapa digit angka.
"Aku sms ya." ujar dia lagi.
"Orang baru ya disini?" 
Mengalihkan pandangan dari ponselnya dan menatapku, ia terlihat heran. Kemudian dengan cengiran singkat ia menjawab, "Engga ko. Beda bagian sih emang, jadi kita mungkin ngga pernah ketemu. Aku Aditya"
"Calista." aku tersenyum.

Entah bagaimana, sejak saat itu kita sering bertemu. Kita juga sering berkirim pesan singkat, hanya obrolan ringan memang. Dan aku menyadari kalau kita mudah beradaptasi satu sama lain, juga kita mudah menjadi dekat, seperti sudah lama saling mengenal.

"Lagi ada masalah ya? Cerita bisa kali :p"
Pesan singkat darinya membuatku tertegun. Haruskah aku menceritakan masalahku ini padanya? Dia datang saat aku benar-benar membutuhkan seseorang untuk mendengarkanku, dan dia ada seperti aku memang harus mencurahkan perasaanku padanya.
"Aku boleh curhat?" tanyaku
"Silakan :)"
Akhirnya aku menceritakan segalanya. Bagaimana kalutnya perasaanku saat ini. Bagaimana aku yang bingung harus bertindak seperti apa. Bagaimana aku yang begitu takut jika pada akhirnya papa dan mama memutuskan untuk benar-benar berpisah. Ia menanggapi segala curhatanku dengan sikap yang tepat, ia tahu kapan ia hanya mendengarkan dan kapan ia harus menanggapi. Setelah selesai, aku heran pada diriku sendiri yang bisa menceritakan masalah seperti ini, kepada orang yang belum lama aku kenal.

Bulan-bulan berlalu, dan hari ini segalanya tampak hampir membunuhku. Papa-mama benar-benar berpisah, untuk selamanya takkan hidup bersama kembali. Aku, sebagai anak tunggal tak tahu harus menangis kepada siapa, dan tiba-tiba dia ada disitu. Aditya. Mengulurkan tangannya, menyediakan bahu nya untuk aku basahi dengan air mata. 
Aku tak tahu sudah berapa hari aku diam-diam menangis di meja kerjaku. Dan aku juga tak tahu sudah berapa kali ia kabur dari pekerjaannya untuk sekedar mengusap-usap punggungku.
Aku tak tahu.
Sampai akhirnya aku mulai bisa menerima kenyataan. Aku sudah tidak menangis di tengah-tengah pekerjaanku. Walaupun ia masih selalu menengokku untuk memastikan aku baik-baik saja.
Dan aku tahu, kalau Aditya memang dikirim oleh Tuhan untukku, agar aku bisa menghadapi semua ini. Aku merasa dia sebagai penyelamatku, malaikat tak bersayap milikku.

"Hari ini pulang sama siapa?" 
"Sendiri lah Dit, kaya biasa. Lagian mau sama siapa?" aku tertawa.
"Tapi kan ini udah jam delapan malem ta."
"Aku pake taksi ko." 
Ia memandangku, mata nya menyorotkan ketidakyakinan. 
"Udah lah, sama aku aja. Sekalian aku mau ada perlu. Tunggu disini, aku bawa motor aku dulu."
Ia menyerahkan satu helm dan jaketnya. Aku mengenakannya. Dan kemudian motornya melaju meninggalkan halaman parkir kantor kami.
"Rumah kamu disebelah mana ta?"
"Jalan Melati, nomer 5 Dit."
"Ngga ada perlu apa-apa lagi kan? Kita langsung kesana ya.."
"Loh? Katanya kamu ada perlu makanya mau lewat sini?" Aku mendekatkan badanku kepadanya, agar suaraku bisa lebih jelas terdengar olehnya.
"Hmm, engga jadi deh ngga apa-apa lagian udah tutup kalau malem." Mungkin hanya perasaanku, tapi aku merasa ia salah tingkah.
"Loh?"
Di perjalanan ini, entah bagaimana aku merasa ada banyak kupu-kupu di perutku. Aku merasakan gelenyar aneh yang dirasakan oleh tubuhku. Dan aku menyukai sensasi ini.

Seperti alam ikut bekerja sama, kini segala hal tampak membuat aku berada terus disampingnya. Tiba-tiba saja aku dan dia ditempatkan di bagian yang sama untuk sebuah acara besar yang diadakan kantorku. Itu membuat aku seakan harus terus bersamanya. Kini makan bersamanya sudah menjadi sebuah kebiasaan, baik untuk sarapan, makan siang ataupun makan malam. Hampir setiap pagi Aditya datang kerumahku, untuk sarapan bersama sekalian menjemputku. Aku sendiri senang karenanya. Mama dan papa tampak tak mau menempati rumah ini lagi, jadi aku sendiri disini. Rasa nyaman dan rasa tak mau kehilangan semakin menguasai perasaanku.

Ternyata hampir 10 bulan kami saling mengenal. Kami memang dekat, tapi ya hanya sekedar dekat. Aku tak bisa berbohong, terkadang aku mengharapkan sesuatu yang lebih daripada ini. Terkadang juga, aku takut perasaan ini hanya satu arah.

Hingga akhirnya aku bertemu hari ini. Sudah beberapa minggu aku merasa dia berbeda. Dia tampak lebih berseri-seri daripada sebelumnya. Dia juga terlihat lebih bersemangat. Aku takut, dia jatuh cinta.
Sore ini aku bertemu dengannya, di tempat biasa kita makan bersama. Dan oksigen seakan menghilang, sangat sulit untuk aku menarik napas. Otakku terasa macet, dan mataku panas. Aku melihatnya menggandeng perempuan itu, perempuan yang tak begitu kukenal. Aku buru-buru menghapus airmata yang mulai memenuhi pelupuk mataku saat ia mendekat.
"Hai" wajahnya memerah saat ia menyapaku.
"Apaan itu muka pake merah segala? Sok imut gitu!" aku tertawa, ya berusaha tertawa dengan wajar lebih tepatnya.
Dia duduk tepat didepanku, tersenyum salah tingkah, juga terlihat malu. Aku balas terseyum padanya. 
"Kenalin, ini...." 
Dia mengenalkan perempuan itu padaku. Tapi telingaku seperti tak berfungsi, telingaku menolak mendengar apapun yang ia katakan. Aku hanya mampu mengangguk dan tersenyum saat..tampaknya, ia berpamitan padaku. Aku melihatnya menggandeng perempuan itu lagi, dan akhirnya menghilang dari pandanganku.

Malaikat tak bersayap milikku sudah memiliki sayap sekarang. Ia sudah terbang menyusuri jalan hidupnya sendiri. Berbahagialah bersamanya. Mungkin selama ini memang hanya aku yang terlalu banyak berharap dan menganggap lebih segalanya. Karena dekat, bukan berarti harus selalu mengarah pada hubungan yang lebih serius. Terimakasih, dulu pernah menyelamatkan hidupku.

2013/03/12

Langit, aku jatuh cinta

Kamu tau apa yang paling aku suka ?
Aku jatuh cinta pada langit dan awan yang menghiasinya.
Pada gunung - gunung dan sawah - sawah yang terlihat lebih menawan saat di latar belakangi langit biru.
Sawah, gunung, langit dan awan adalah lukisan paling indah yang pernah aku lihat.
Aku juga suka udara pagi, yang akan selalu tercium saat aku membuka jendela kamarku.
Udara pagi yang selalu menyuntikan semangat.

Aku cinta pada langit pagi.
Dengan matahari yang masih belum sepenuhnya muncul.
Indah.
Langit pagi selalu berhasil mengatakan padaku agar aku siap menjalani hariku. Dengan hati yang tenang dan ucapan Bismillah. 
Langit pagi selalu menemaniku memulai hariku.

Dan aku juga cinta pada langit sore.
Semburat jingga nya selalu tampak megah.
Dan seringkali aku mendengar langit sore berbisik agar aku mensyukuri segala yang telah terjadi di hari itu.
Langit sore selalu menemaniku menutup hariku.

Aku jatuh cinta pada langit.
Langit selalu sukses membuat bibir ini melengkung keatas, terseyum dengan perasaan yang sulit di definisikan oleh lisan. Aku hanya, takjub oleh lukisan yang sangat indah.

2013/03/11

Disney ~

Udah seharusnya kita berterimakasih sama Walt Disney yang udah melahirkan banyak tokoh.
I love Disney. Yeah I Love It more than I Love drama or another movie.
Aku lebih sering cari info soal film-film Disney. Aku juga ngga ngerti kenapa di umur yang segini masih kaya begitu. Malah, film-film yang ada di 'umurku' aku gatau. Kaya Rectoverso yang aku denger, yang ternyata sebuah film. Aku tau film ya kalo udah diceritain sama orang lain. Kasian ngga sih ?
Tontonan aku juga sehari-harinya ya kartun. Masangnya Disney Junior, Cartoon Network, atau Nickelodeon. Sampe ibu sering nanya ' teh ini kembar yang nonton ? Apa teteh ? ' 
Kalo ke toko buku, selain ke rak novel, ya aku pasti dateng ke rak ' cerita anak ' tapi kadang suka kesel sendiri, bukunya ngga ada yang tebel kalo disitu :| pernah aku nemu buku ' kisah pengantar tidur ' udah pengen beli, itu dalemnya kisah-kisah Cinderella, Snow White ya begituan deh tapi gajadi begitu liat harganya :|
Dan aku masih berharap suatu saat ada yang mau ngasih aku dvd-dvd disney ! Kenapa ga beli sendiri ? Ya karena aku mikir aku punya kebutuhan yang laen yang harus diduluin.
Cerita cerita Disney itu indah. Ngga ribet kaya film-film melow, ngga sadis kaya film-film yang ada bacok-bacokannya. Aku nontonnya juga gaperlu tutup-tutup mata kaya pas nonton The Raid ! Tapi cerita Disney selalu bisa bikin degdegan dan bikin terharu ko.
Liat yang cerita Disney Princess. selalu ada putrinya, pangerannya, sama nenek sihir atau ibu tiri atau ya pokonya pihak jahatnya. Tapi akhirnya selalu bahagia. Dan aku jadi belajar kalo emang tiap manusia diciptain tuh ada pasangannya. Manusia juga gabisa gitu aja bahagia. Harus ada jatoh dan sakitnya. Gimana bisa tau bahagia itu apa kalo ngga pernah sedih. Yakan ? Terus ya emang namanya film anak-anak cerita nya ya ngga ribet, ngga lebay. Malah kadang ada sesuatu yang ajaib, yang di dunia nyata gabakal ada. Imajinasi kamu bisa terbang kesana sini. Dan kalo aku lagi nonton kaya begituan, ya I fin my self
This why, I really love Disney Story..

2013/03/10

Ini ceritamu, Nayla


Aku bahagia mendengar cerita Nayla. Senyum yang tak bisa ia tahan dan pancaran sinar dari matanya saat ia menceritakan teman barunya, Angga. Mampu membuatku ikut tersenyum. Aku senang melihat sahabatku senang. Iya, malah kadang jadi aku yang lebih bersemangat.

Hari ini aku menemani Nayla di sekolah. Nayla menunggu Angga yang mengatakan akan mengantarnya pulang. Aku sendiri, menunggu waktu untuk pergi les. Nayla tampak begitu bahagia, syukurlah kalau ia sudah mulai bisa melupakan mantan kekasihnya.

“ Kamu tau ? Angga itu baik banget. Dan dia bodor. Iya tingkahnya selalu bisa bikin aku ketawa. Konyol deh pokoknya.” Nayla mengatakan itu dengan wajah yang benar – benar sumingrah. Aku sampai kaget dibuatnya, sebelumnya ia tak pernah seperti ini. Dan tiba – tiba Angga datang. Aku dengan senang menyingkir dari situ, dari ujung mataku terlihat mereka yang sedang dimabuk asmara.

Aku juga senang membaca curhatan – curhatan Nayla di tumblrnya. Terlihat dengan jelas kalau ia menikmati keadaannya yang sekarang. Walaupun ia tak bisa mengelak, ia cemas dengan perpisahan yang sebentar lagi akan terjadi. Jarak akan memisahkan mereka. Nayla dan Angga sebisa mungkin berharap dan berusaha, agar jarak tak akan memotong tali yang mengikat mereka.

“ sikapnya beda banget sama mantan aku dulu, dan itu bikin aku seneng. Cara dia memperlakuin aku tuh beda.” Nayla mengatakan ini padaku. Memang menyenangkan saat ada yang memperlakukan kita dengan manis, apalagi dia memiliki sesuatu yang sangat berbeda dengan yang pernah diberi oleh kekasih kita dulu. Seperti, memiliki kehidupan yang baru.
Namun ada beberapa momen yang membuat Nayla sedih. Mantan kekasih Angga yang sampai sekarang, tampaknya masih begitu menyukai Angga. Mantan kekasihnya yang tak berhenti mengoceh di media sosial kian mengganggunya.

“ sekali dua kali dia ngomongin aku di twitter, ya aku diem. Ke tiga kali ? emang ngga sakit apa digituin ?” Air mata Nayla yang mulai menetes membuatku kesal.

 Apa yang dipikirkan oleh mantan kekasihnya itu ? Berbicara segala macam tentang Nayla dan Angga, seperti dia yang paling benar saja ! Jika sudah menjadi ‘ Cuma teman ‘ dia sudah tak punya hak untuk bertingkah seperti itu. Apalagi ini sudah lama dari sejak mereka memutuskan hubungan itu. Sindiran – sindiran nya juga tak seharusnya ia lontarkan.

“ kayak yang salah banget ya aku deket sama Angga tuh.” Nayla bertanya, dengan isakan yang masih terdengar.
“ Nayla engga salah. Dan kamu ngga boleh bertingkah sama kaya dia. Biarin aja, lama – lama dia yang malu sendiri ko.“
“ tapi aku ngapa-ngapain diketawain sama dia. Sama temen-temannya.”
“ aku pernah ada di posisi mantan pacar Angga itu. Ya aku ngga separah dia yang sampe kaya gini, aku sih jatohnya ya curhat di blog. Aku waktu itu ngerasa kalo diri aku paling bener. Padahal ya aku sadar sekarang, dulu tingkah aku itu salah banget. Buat aku sih ya sekarang yang salah dia, bukan kamu Nayla..” kataku panjang lebar.
Nayla terdiam. “ ngga ada yang bisa disalahin dari orang yang lagi jatuh cinta, Nay” lanjutku.
“ kalau Angga sekarang pilih Nayla, ya harusnya dia sadar. Dan dia mau nerima fakta itu. Dia iri sama kamu.”
“ Angga nyuruh aku buat tutup telinga, mata.. Aku gausah peduliin dia, kayak Angga yang udah ga peduli. Ini cerita kita, yaudah kita yang jalanin, gausah ada yang hancurin. Gitu kata Angga.”
“ Nah, ya emang harus gitu. Ini cerita kalian, kalian tokoh utama nya. Kalo tiba – tiba ada tokoh antagonis ya kita harus nerima, suatu cerita ngga akan rame kalo ngga ada yang jahat. Kaya Snow White, kalo dia ngga dikasih apel beracun, cerita nya ngga akan sebagus itu.”

Memang tidak ada jalan yang mulus, pasti ada lubang – lubang yang memperlambat jalan kita. Tapi asalkan kita bersabar untuk melewatinya, aku yakin kita bakal puas sama segala sesuatu yang udah kita capai. Nayla, yang sabar ya kamu. Aku tau ini susah buat kamu, susah buat kamu ngga peduli sama tingkah mantan kekasihnya. Tapi ya percaya aja, kalau hubungan ngga ada rintangannya, berarti itu hubungan yang salah. Karena, buat kamu bahagia, harus ada hal – hal yang bikin kamu terluka dulu. Kamu harus berjuang dulu buat segalanya. Aku tau kamu pasti bakal lebih bahagia dari sekarang kalo kamu mampu ngelewatin ini.

I wish dabes for you, Nayla

2013/03/06

Karena cinta, bukan tentang baik atau tidak baik...

Karen mendengus kesal. Lagi-lagi ia berhadapan dengan Tio, laki-laki yang paling engga ia temui.
" kan gue udah bilang engga !" suara Karen mengalahkan suara hujan di halte itu.
"aku cuma pengen nganter kamu pulang, daripada kamu nunggu bus lama." Tio menyodorkan payung yang ia bawa. Karen tetap diam.
"ayo" ajak Tio lagi.
Karen melihat jam tangannya, jarum panjang sudah menuju angka enam. Akhirnya, dengan terpaksa Karen mengambil payung itu, dan berjalan menuju mobil Tio.
"lo tau dari mana sih gue ada di halte?"
"aku tau kebiasaan kamu." 
"terus ngapain pake jemput segala sih?" Karen menatap Tio kesal.
"dari dulu aku bilang, semua yang aku lakuin ya karena aku cinta sama kamu." Tio membalas tatapan Karen.
"iya dan lo juga tau, gue lebih milih dia daripada lo."
"dia? Yang ngga mau luangin waktu buat jemput kamu? Meskipun dia tau cewenya terjebak hujan dan udah sore gini?"
"Dia emang lagi gabisa..."
"Bukan gabisa, tapi emang dia gamau. Dan kamu tau itu."
Karen terdiam. Tak bisa membalas perkataan Tio.
"Tapi aku juga tau, kamu ga akan pernah milih aku." lanjut Tio
"Berarti lo gapunya alasan buat tetep cinta sama gue"
"Sejak kapan cinta butuh alasan buat tetep tinggal disini ?"
Karen memalingkan wajahnya, menatap hujan dari balik jendela. Terjebak dalam keheningan yang panjang, hingga akhirnya ia berkata
"Gue tau lo jauh lebih baik daripada dia. Gue tau lo selalu ada kalo gue butuh sesuatu. Gue tau lo mau ngelakuin apapun buat gue. Tapi ya gue cinta nya sama dia. Kaya yang lo bilang tadi, cinta ga butuh alasan. Dan gabisa dipaksain. Gue ngga mau sama lo dan tetep sama dia bukan karena lo ngga baik, ya karena gue ngga cinta. Karena dia yang dipilih sama hati gue, bukan lo."
"Tapi dia ngga baik, ngga cinta sama kamu.."
"Gue ngga tau. Tapi dia ngga seburuk yang lo pikirin. Gue pacaran sama dia, kaya orang lain yang pacaran aja, normal. Gue ngga ngejar-ngejar, dia pun sama. Kita saling ngasih. Gue tau dan bisa rasain sayang, perhatian, khawatir dan segala macemnya dari dia. Tapi emang dia ngga sebaik lo. Malah kadang lo lebih perhatian gini. Cinta bukan tentang baik atau tidaknya seseorang. Tapi tentang bagaimana orang itu membuat kita merasa kalau hidup kita buat dia, walaupun yang dia lakuin belum tentu sebaik yang orang lain lakuin."
"Jadi, maksud kamu, kamu udah cukup sama dia aja. Walaupun dia kaya gitu?" tanya Tio
"Gue ngga ngerasa cukup sebenernya. Ya namanya manusia, susah buat ngerasa cukup. Tapi ya dia tetep dipilih sama hati gue, meskipun gue tau ada yang jauuuuh lebih baik. Ya gue ga peduli orang lain yang lebih segalanya daripada dia. Cinta ya gini, susah buat lo ngertinya. Dan gue tau, gue cinta sama dia. Karena, cukup gue liat dia doang, gue bahagia."
Mobil Tio berhenti di depan rumah Karen, percakapan mereka berhenti sampai disitu.
"Thanks ya." Karen membuka pintu mobil Tio.
" I love you " ujar Tio pelan.
Karen berbalik lalu memandang Tio, tersenyum dan melangkah masuk kerumahnya.